Publikasi dari BPPT 🙂
Bencana dahsyat tsunami di Aceh 26 Desember 2004 memunculkan berkah tak terduga empat tahun kemudian. Berawal dari studi pascagempa tsunami di perairan barat Sumatera, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kemarin (11/2) memublikasikan temuan blok dengan potensi kandungan migas raksasa.
Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT Yusuf Surahman mengatakan, Survei BPPT bersama Bundesanspalp fur Geowissnschaften und Rohftoffe (BGR Jerman) itu menemukan kawasan perairan yang di dalam buminya diperkirakan terkandung migas 107,5 hingga 320,79 miliar barel. Lapangan migas tersebut terletak di daerah cekungan busur muka atau fore arc basin perairan timur laut Pulau Simeuleu, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). “Kandungan migas itu luar biasa besar,” ujar Yusuf di Kantor BPPT Jakarta kemarin (11/2).
Sebagai perbandingan untuk menunjukkan besarnya kandungan migas di Aceh tersebut, Yusuf menyebutkan, saat ini cadangan terbukti di Arab Saudi mencapai 264,21 miliar barel atau hanya 80 persen dari kandungan migas di Aceh. Sementara itu, cadangan Lapangan Banyu Urip di Cepu diperkirakan hanya 450 juta barel. Lapangan migas dapat dikategorikan raksasa atau giant field jika cadangan terhitungnya lebih dari 500 juta barel.
Menurut Yusuf, angka potensi tersebut didapat dari hitungan porositas 30 persen. Artinya, diasumsikan hanya 30 persen dari volume cekungan batuan itu yang mengandung migas. Meski demikian, lanjut dia, belum tentu seluruh cekungan tersebut diisi hidrokarbon yang merupakan unsur pembentuk minyak. “Karena itu, penemuan ini perlu kajian lebih lanjut,” katanya.
Dia menyatakan, meski belum diketahui secara pasti, salah satu indikasi awal keberadaan migas di cekungan tersebut dapat dilihat dari adanya carbonate build ups sebagai reservoir atau penampung minyak serta bright spot yang merupakan indikasi adanya gas.
Sejauh ini, lanjut Yusuf, Tim BPPT optimistis perairan timur laut Pulau Simeuleu mengandung migas skala raksasa. Sebab, beberapa daerah yang memiliki karakteristik sama sudah terbukti mengandung migas. Di antaranya, di wilayah Myanmar, Andaman, serta California, AS.
Meski demikian, BPPT akan tetap membuat perhitungan realistis. Menurut Yusuf, jika porositas diperkecil menjadi 15 persen, artinya diasumsikan hanya 15 persen dari volume cekungan yang mengandung migas, angka minimal cadangannya masih 53,7 miliar barel. “Tetap saja angka itu masih sangat besar,” terangnya.
Penemuan BPPT tersebut mendapat tanggapan positif dari ahli geologi perminyakan Andang Bachtiar yang kemarin juga hadir di Kantor BPPT. Chairman PT Exploration Think Tank Indonesia (ETTI) itu mengatakan, wilayah perairan Indonesia memang memiliki banyak cekungan atau basin yang berpotensi mengandung migas. “Banyak di antaranya yang belum teridentifikasi,” ujarnya.
Hingga saat ini, kata dia, sudah ada 66 cekungan plus 6 cekungan fore arc basin yang teridentifikasi berisi minyak. Pada 2003, lanjut dia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) berhasil mengidentifikasi hipotesis cadangan gas sebesar 26,7 triliun kaki kubik (TCF) yang tersebar di beberapa wilayah. “Kebanyakan memang berada di sebelah barat Sumatera,” terangnya.
Terkait dengan penemuan BPPT itu, Andang menyatakan masih perlu kajian lebih lanjut untuk bisa mendekati hitungan berapa besar cadangan terbuktinya. Menurut dia, lokasi studi seismik 2D yang dilakukan BPPT dengan interval jarak 60 km masih terlalu longgar. “Harus lebih rapat lagi, paling tidak intervalnya 20 km,” katanya.
Karena itu, lanjut dia, BPPT harus segera berkoordinasi dengan pemerintah untuk segera menindaklanjuti temuan tersebut. Sebab, untuk mengkaji lebih teliti, dibutuhkan dana cukup besar.
Dia menyebut, untuk proses studi seismik 2D yang lebih rapat, dibutuhkan dana sekitar USD 7 juta. Kemudian, untuk mengetahui angka cadangan migas, perlu dilakukan minimal 14 pengeboran sumur di 14 titik cekungan. Biaya pengeboran satu sumur, lanjut alumnus Colorado School of Mines, AS, itu, sekitar USD 30 juta. Dengan demikian, minimal dibutuhkan dana USD 427 juta. “Itu baru untuk studi eksplorasi. Untuk pengembangan lapangan, jumlahnya jauh lebih besar,” jelasnya.
Andang menambahkan, yang saat ini harus segera dilakukan BPPT dan pemerintah adalah koordinasi. Menurut dia, meskipun lapangan migas tersebut paling cepat baru dapat dikembangkan dalam waktu tujuh tahun ke depan, pemerintah harus bergerak cepat. “Jangan sampai potensi ini salah urus,” tegasnya.
Dia mengatakan, karakter lapangan yang berada di laut dalam (kedalaman lebih dari 200 meter) jelas membutuhkan dana besar dan teknologi tinggi yang belum tentu dimiliki Pertamina selaku perusahaan nasional. Meski demikian, lanjut dia, jangan sampai tersebarnya informasi potensi tersebut justru dimanfaatkan pihak-pihak yang punya modal besar dan teknologi, yakni perusahaan asing. “Intinya, pemerintah harus berusaha agar potensi ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan bangsa,” jelasnya.
Terkait dengan hal itu, Kepala BPPT Said Jenie menyatakan sudah melaporkan penemuan tersebut ke Departemen ESDM. Selain itu, pihaknya sudah memberikan tembusan yang ditindaklanjuti Pertamina dengan mengirimkan letter of intent kerja sama untuk menindaklanjuti temuan tersebut. “Kami harap semua pihak terkait bisa cepat merespons temuan ini. Sehingga bisa segera ditindaklanjuti,” ujarnya.
BPPT juga telah menyiapkan satu kapal riset yang dilengkapi alat khusus seismik untuk meneliti lebih lanjut dan telah meminta kepada pemerintah untuk mengamankan daerah perairan barat Aceh tersebut. (owi/kim)
“Bagamana kita menanggapi berita tersebut 🙂 ”
“Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa di Pantai Barat Aceh sebagai ladang minyak yang sangat besar 🙂 karena ini baru berkiraan mentah saja 🙂 semoga semua pihak dapat dengan bijak menanggapi masalah tersebut 🙂 ”
untuk lebih jelasnya bisa di download hasil Luncheon Talk HAGI-IAGI mengenai kasus tersebut di sini
10 komentar
Comments feed for this article
Februari 12, 2008 pada 3:54 pm
Havid
Semoga… dapat memberi dampak positif dan kesejahteraan bagi rakyat Aceh, Semoga… yaa Semoga…
Februari 12, 2008 pada 5:08 pm
hidayatardiansyah
mungkin pemerintah perlu lebih memperhatikan kabar tersebut, jangan sampai terjadi saling berebut, seperti kasus blok cepu.
Februari 12, 2008 pada 7:56 pm
Ivan
Wah mudah-mudahan aja betul, jangan seperti Blok Cepu yang dulu gembar gembor katanya mengandung hampir 2 milliar barrel ternyata sekarang nyatanya tidak lebih dari 600 juta barrel. Kalo memang benar kandungannya minimal 53 miliar barrel maka Indonesia memiliki harapan besar untuk maju, bayangkan cadangan minyak North Sea hanya sekitar 20 miliar barrel dan itu harus dibagi antara UK dan Norway namun mampu menjadikan pemasukan yang besar bagi kedua negara.
Ini juga berarti saatnya oil company dalam negeri bisa maju untuk bisa menyaingi International Oil Company (IOC), saatnya untuk bangun dan menyadari kesalahan masa lalu. Terutama Pertamina yang memiliki potensi sangat besar namun masih banyak tikus2 KKN didalamnya, yang patut di contoh adalah Aramco yang saat ini merupakan salah satu oil company terbesar di dunia.
Offshore development memerlukan investasi yang significant dan pastinya akan mengundang IOC untuk Joint Operation. Sebelum mengundang para investor tersebut juga sebaiknya pemerintah harus mantab dengan skema hukum dan investasinya, jangan nantinya kita dibodohi.
Pemerintah juga harus waspada terhadap batas wilayah perairan Indonesia karena every inch of sea is more worthy than every inch of land we have, jaga Natuna, Ambalat dan pulau2 terluar Indonesia.
Ivan, LL.M. Student, Oil and Gas Law University of Aberdeen.
Februari 13, 2008 pada 7:32 am
Robert Manurung
Sssst…harusnya “rahasia” negara begini jangan dipubikasikan dong.
Apa nggak takut nasib apes kita di Timtim terulang ? Lebih gawat lagi, kita di-Irak-kan…
RM
http://ayomerdeka.wordpress.com/
Februari 13, 2008 pada 1:29 pm
erander
Apa karena akibat pergeseran lempeng tersebut sehingga minyak2 mengalir kedalam rongga2 yang kosong .. dan apakah tidak terlalu berbahaya mengeksploitasi didaerah patahan itu ya pak??
Februari 15, 2008 pada 8:46 am
Gizal
Semoga….. itu benar-benar terbukti.
dan dapat dipakai sepenuhnya demi kesejahteraan rakyat dan kemakmuran bangsa ini. OK!!!!
Februari 19, 2008 pada 3:15 pm
hidayatardiansyah
Dalam kasus ini perlu kita garis bawahi,
1. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
mepublikasikan temuan blok dengan potensi kandungan migas
raksasa (berarti belum dibor)
2. Angka potensi tersebut didapat dari hitungan porositas
diasumsikan 30 persen (asumsi porositas yang tinggi ,
meski untuk karbonat yang sensitif dengan cementation factor)
3. Lapangan migas tersebut terletak di daerah cekungan busur
muka atau fore arc basin perairan timur laut Pulau Simeuleu,
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) (fore-arc basin biasanya
sangat kompleks karena banyaknya struktur patahan dan pergerkan
tectonic yang aktif sehingga kemungkinan kebocoran struktur tinggi)
4. Carbonate build ups sebagai reservoir atau penampung minyak
serta bright spot yang merupakan indikasi adanya gas
(mudah-mudahan benar gas. Perlu dianalisa lebih lanjut apakah
ini real ataukah hanya “multiple reflection”. Bila real, masih harus
dites apakah real thermogenic gas ataukah hanya biogenic gas / low
BTU hydrate) .
Sebuah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan……. Semoga dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya….
Regard,
Hidayat
Maret 12, 2008 pada 5:09 pm
hidayatardiansyah
Comment dari pak Awang Satyana (BPMIGAS)
”
Kita sebut saja sebagai “eksplorasi” Cekungan Sibolga.
Hingar-bingar press release BPPT tentang temuan potensi migas di lepas pantai sebelah barat Aceh, atau di sekitar Pulau Simeulue, yang diramaikan dengan berita-berita provokatif dan bombastis di media massa, diskusi di milis-milis, dan akhirnya luncheon talk yang digagas HAGI dan IAGI, sepi sudah.
Sebagai pengamat dan orang yang terlibat langsung baik dalam diskusi di milis-milis, narasumber untuk luncheon talk, narasumber untuk beberapa majalah (Tempo dan Globe Asia), serta mengawal dan mengusung issue ini ke Sekretariat Negara, Ditjen Migas, sampai Presiden; saya dapat mengemukakan beberapa hal di bawah ini.
1. BPPT tidak seharusnya mengeluarkan angka barrel saat press release pada struktur2 berpotensi perangkap hidrokarbon yang diindentifikasinya berdasarkan survey geomarin BPPT-BGR. Mengeluarkan angka barrel ini telah menjadi sumber kesalahpahaman para pekerja media. Volumetrik struktur2 itu mestinya cukup berakhir dengan m3 atau lebih cocok lagi acre ft seperti yang berlaku di dunia migas. Barrel adalah satuan fluida, sementara yang dibicarakan BPPT itu adalah satuan volume yng dipotong ruang pori.
2. BPPT tidak seharusnya membandingkan volume yang salah ini dengan lapangan2 minyak di Arab sebab itu berarti kesalahan dua kali dan fatal. Kesalahan pertama adalah menggunakan satuan barrel, kesalahan kedua adalah menggunakan satuan yang salah itu untuk perbandingan dengan volume lapangan2 di Arab.
3. Potensi migas Cekungan Sibolga tetap terbuka untuk dipelajari lebih jauh, sekalipun cekungan ini sudah dikerjakan dari 40 tahun yang lalu dan telah ada 24 sumur eksplorasi (saya mengoreksi presentasi saya di luncheon talk itu yang mengatakan 20 sumur) yang menembusnya dengan kedalaman bervariasi dari sekitar 6000-11.000 ft dan hanya enam sumur yang menemukan gas biogenik tidak ekonomis. Beberapa anomali mulai nampak dan perlu diklarifikasi, dikonfirmasi, bahkan dikejar.
Sayang, saya tidak melihat HAGI ataupun IAGI mengeluarkan press release sebenarnya ke media massa seusai luncheon talk itu, BPPT pun tak melakukan koreksi. Tetapi, komentar saya yang bernada korektif telah dimuat di Majalah Tempo dan Globe Asia. Meskipun suatu kesalahan, mengoreksinya sebenarnya adalah bagian dari pendidikan kita semua. Jangan membiarkan kesalahan didiamkan.
Issue ini tidak berhenti, yang sepi adalah hingar-bingar pemberitaannya. Butir no. 3 di atas menjadi awal kita melanjutkan “eksplorasi” Cekungan Sibolga/Cekungan Meulaboh/Cekungan Simeulue. Dalam rapat terbatas dengan Presiden SBY, seminggu setelah luncheon talk itu, Pak Presiden meminta agar sumberdaya nasional dikerahkan untuk mengklarifikasi dan menindaklanjuti “temuan” BPPT ini.
Maka, kemarin, 10 Maret 2008, di dalam rapat di DitJen Migas dibentuklah tim yang tugas utamanya adalah melakukan klarifikasi atau konfirmasi potensi migas sebenarnya Cekungan Sibolga ini melalui studi. Sesuai arahan Pak Presiden, maka unsur2 tim ini merupakan institusi2 yang terlibat dalam migas dan survey geomarin, meliputi : BPPT, DitJen Migas, PusDatin, Lemigas, PPGL, BPMIGAS, juga didukung organisasi profesi (IAGI,HAGI, IATMI) dan Perguruan Tinggi. Tim ini rencananya akan dibentuk oleh SK Menteri. Rapat dihadiri juga oleh Pak Teuku Riefky dari Komisi VII DPR (asal dari Fraksi Partai Demokrat Aceh) yang tanggapannya positif dan siap memainkan peranannya di DPR sana.
Data adalah hal yang utama. Dalam rapat kemarin, saya melihat bahwa semua data itu telah ada dan cukup lengkap dengan cakupan data yang diambil dari tahun 1968-2008. Keberadaan data saat ini tersebar di beberapa institusi (DitJen Migas, Pusdatin, BPPT). Payung hukum penggunaan data lintas institusi ini akan diatur. Tim sepakat untuk segera memulai studinya agar “hingar-bingar” tersebut menjadi jelas. Hasil studi akan menentukan bagaimana Pemerintah Indonesia mengelola kawasan ini.
Demikian sekedar informasi awal barangkali rekan2 ingin tahu apa yang terjadi sebagai tindak lanjut “eksplorasi” Cekungan Sibolga.
Salam,
awang ”
🙂
Maret 16, 2008 pada 9:32 am
pujhee tgl 05 gmu
Sepertinya kok terkesan bombastis ya…Aku sih sepakat ma mas awang satyana aja, hendaknya kita menanggapi hal itu dengan lebih hati2 dan lebih bijak, apa semua reservoar pasti mengandung HC??? Nggak kan, Lah Petroleum systemnya gimana? so sepertinya terlalu dini membuat pernyataan seperti itu. Salam hangat dari anak2 Teknik Geologi UGM 05. Hidup mas Awang! Biarpun gara2 papernya mas kita jadi agak pusing karena disuruh mengkaji paper mas tersebut, hehehe…
April 14, 2008 pada 1:12 pm
Wahyu Krisdianto
Hendaknya pemerintah segera berperan serta aktif dalam upaya mencari kebenaran atas statement BPPT tersebut. Sehingga dapat melakukan upaya penangannan dengan cepat dan tepat. Apalagi akhir-akhir ini harga minyak mentah dipasaran dunia memiliki tendensi naik.
Sesuai Peraturan Menteri, agar produksi minyak indonesia naik dengan memproduksikan lapangan-lapangan yang terbengkalai.
Mungkin ini salah satu cara meningkatkan produksi minyak di Indonesia dan tentu saja menaikkan kesejahteraan rakyat indonesia.
=============================
Wahyu Krisdianto ST.
(Petroleum Engineer Trisakti University)
=============================